-
-
19 November 2024 11:09 am

ADRO – AADI: Kungfu Tingkat Tinggi Konglomerat

ADRO – AADI: Kungfu Tingkat Tinggi Konglomerat
Banyak orang merasa membeli ADRO di hari ini, itu memiliki resiko yang sangat rendah, bahkan akan memberikan return yang menggembirakan hanya dalam satu bulan saja. Di kala orang lain senang dengan hal ini, saya cuma kagum dengan sang dirigen yang memainkan orkestra yang sangat indah ini. Bagaimana bisa orang dengan lugu, senang dengan aksi korporasi hari ini?

Tapi sayangnya, di artikel ini saya tidak mau membahas ADRO-AADI, tetapi saya mau membahas cerita “fiksi” yaitu PT Ayah dan PT Anak yang berada di negara Konoha. Angka yang saya gunakan juga tidak real, sehingga hanya bisa digunakan sebagai jalan membangun logika jalannya orkestra PT Ayah dan PT Anak di negara Konoha.

Berikut informasi yang dimiliki:
  1. PT Ayah, dimiliki 60% oleh Abdul dan 40% oleh saya
  2. PT Ayah memiliki profit tahunan Rp 1 Triliun.
  3. PT Anak, dimiliki 100% oleh PT Ayah.
  4. PT Anak, memiliki profit 900 miliar tiap tahun. Ini menyumbang 90% profit PT Ayah.

Tetapi tiba2, Abdul punya ide aneh. Abdul bilang ke saya bahwa PT Ayah akan bagikan dividend sebesar Rp 900 miliar. Sebanyak 60% nya untuk Abdul, sementara 40% nya untuk saya. Transaksi ini tergolong fair, sehingga saya meng-iya kan usulan Abdul.

Tak lama kemudian, Abdul kasi usulan nyeleneh lagi. Dia bilang mau jual PT Anak di Bursa Efek Konoha. PT Anak akan dijual dengan harga Rp 900 miliar (setara dengan 1 tahun laba). Saya pun protes, mengapa dijual terlalu murah (setara 1 tahun laba saja)? Abdul pun menjawab: “Tenang bro, kamu bisa tebus sesuai kepemilikan mu secara proporsional di PT Ayah. Harga tebusnya sesuai dengan dividend yang kamu terima. Praktis, kamu tidak bayar apapun”. Saya pun tenang setelah mendengar hal tersebut.

Setelah tenang, PT Anak pun dilantaikan di bursa. Setelah melihat prospektusnya, saya kaget karena ternyata 40% saham ditawarkan di publik, sementara 60% nya ditawarkan ke existing shareholder PT Ayah yang bisa menebus secara proporsional. Dengan kata lain, ada 40% saham yang dilepas dengan harga super murah (PER = 1x, alias harga jual setara satu tahun laba). Sementara saya, cuma bisa menebus secara proporsional dari 60% sisanya.

Dengan hitungan matematika, saya pun memperoleh kesimpulan
  1. PT Anak yang super cuan, dilepas ke orang lain sebanyak 40% dengan harga jual super murah (setara 1x laba tahunan)
  2. Saya bisa beli PT Anak dengan dividend yang dibagi dan tidak keluar uang sama sekali
  3. Sayangnya, dengan dividend tadi, kepemilikan saya di PT Anak yang tadinya 40%, sekarang jadi 40% x 60% = 24%.
  4. Saya kamsia kamsia sama Abdul karena merasa setelah IPO, harga PT Anak akan naik kencang sehingga saya mendapat cuan

Dari keempat poin tersebut, kita pertama2 bahas poin 1. Jelas jika PT Anak dijual ke saya, dan saya belinya pakai dividend yang diterima, yang terjadi adalah indiferen. Tidak beda sama sekali. Tapi ini yang terjadi adalah 40% nya dijual ke orang lain! Yang tentunya mungkin sekitar 35% akan dibeli oleh relasi si Abdul, dan sisanya 5% baru benar2 publik. Jualnya juga dijual murah pula! Jelas di sini saya dirugikan, dan Abdul diuntungkan. Kepemilikan Abdul yang tadinya 60% di PT Anak, sekarang menjadi (1) Penebusan proporsional PT Anak + (2) 35% dari offering ke publik. Poin 1, kita mendapatkan 60% x 60% = 36%. Jika ditotal dengan poin 2, kepemilikan Abdul menjadi 71% (dari yang sebelumnya 60%).

Tapi yang konyol, saya masih kamsia kamsia ke Abdul karena berpikir setelah IPO, saya bisa cuan dari kenaikan harga saham PT Anak. Dalam hal ini, saya merasa bodoh karena sudah dikerjain, masih saja kamsia kamsia ke yang bohongin saya. Saya merasa bisa beli PT Anak dengan dividend yang dibagi sehingga mendapat free PT Anak. Tapi sebenarnya, ada biaya yang harus saya bayar, yaitu dilusi kepemilikan. Yang tadinya saya memiliki 40%, sekarang memiliki 24% saja. Yang tadinya saya berhak atas 40% x laba PT Anak (40% x Rp 900 miliar = Rp 360 miliar/tahun), tetapi sekarang saya hanya berhak 24% x laba PT Anak (24% x Rp 900 miliar = Rp 216 miliar/tahun). Ada defisit laba sekitar Rp 144 miliar tiap tahunnya.

Tapi in the end, ya saya tetap kamsia ke Abdul karena bisa cuan lewat IPO. Perkara dilusi mah, saya ga urus. Investor negara Konoha kan begitu ya? Hehehe..
Blog Post Lainnya
Hubungi kami
08113310081
support@glimpse.group
Berita Newsletter
`Berlangganan
@2025 glimpse-inc Inc.