-
-
25 Juli 2024 12:51 pm

Tumpuan Negara, Mahkota Konglomerat, dan Sandungan Portofolio Investor

Tumpuan Negara, Mahkota Konglomerat, dan Sandungan Portofolio Investor
Rokok lagi, rokok lagi… Jika anda melihat salah satu orang terkaya di Indonesia (duo Hartono), maka rupanya bisnis mereka ternyata tidak jauh2 dari rokok. Coba anda jawab beberapa pertanyaan ini,

Apa kunci kesuksesan BCA di tangan pak Mochtar Riady? Jawabannya ya industri rokok.
Apa salah satu bisnis terbesar bapak Liem Sioe Liong? Jawabannya ya cengkeh.
Apa bisnis keluarga Hartono? Jawabannya ya rokok Apa logo BCA? Jawabannya ya cengkeh

Fakta-fakta di atas menunjukan bahwa keperkasaan industri rokok memiliki riwayat yang sangat mempengaruhi perekonomian kita. Para pemilik perusahaan rokok terbesar di Indonesia seperti Sampoerna, Gudang Garam dan Djarum pernah menduduki deretan orang-orang terkaya di Indonesia. Bahkan selain menyumbang Rp 213 T dari total ± Rp 2.700 T pendapatan negara melalui cukai hasil tembakau, pada tahun 2019, Kementrian Perindustrian memperkirakan bahwa supply chain industri rokok menyerap hampir 6 juta tenaga kerja.

Meskipun kehadiran industri rokok begitu signifikan dalam perekonomian kita, namun kinerja saham perusahaan rokok besar (GGRM dan HMSP) justru sangat loyo dalam lima tahun belakangan ini. Sejak 2019, harga saham kedua perusahaan ini sudah turun lebih dari 75%!

-

Apa alasan yang membuat harga saham GGRM dan HMSP begitu terpukul? Salah satunya adalah kenaikan beban cukai yang membuat volume penjualan mengalami penurunan serta margin perusahaan yang turun secara signifikan. Bila sebelum pandemi GPM kedua perusahaan bisa di atas 20%, saat ini GPM perusahaan sudah menipis di angka belasan persen. Meski demikian, kami melihat sebenarnya cara perusahaan rokok untuk turnaround justru sangat sederhana, yaitu cukup dengan menaikan harga jual. Berikut adalah ilustrasi untuk memudahkan pembaca dalam memahami cara berpikir kami.

Menurut kamu, jika volume penjualan turun 10% maka berapa banyak kenaikan harga yang diperlukan agar profit tidak turun? Jawabannya minimal adalah 1%! Jika masih tidak percaya, coba simak case berikut.

Tabel di bawah menunjukan kondisi kinerja di tahun 2023 dan 2024. Pada tahun 2024 volume penjualan turun sebesar 10% dan HPP meningkat sebesar 10% sementara perusahaan hanya mampu meningkatkan harga sebesar 11%. Seberapa jelek dampak kondisi ini pada kinerja 2024? Berikut simulasinya.

-

Ternyata, hanya dengan mempertebal keuntungan sebesar 1% (kenaikan harga 11% vs kenaikan HPP 10%), gross profit perusahaan masih bisa bertumbuh kurang lebih 6.2% sekalipun volume turun 10%. Jika perusahaan bisa menaikan harganya lebih dari itu, tentu keuntungan akan meningkat lebih drastis lagi. Hal ini menunjukan bahwa penyesuaian harga adalah kunci bagi perusahaan rokok besar seperti GGRM dan HMSP untuk bisa turnaround agar kinerjanya bisa cemerlang seperti sebelum pandemi. Bahkan perusahaan hanya perlu menaikan harga sedikit lebih tinggi dari kenaikan biaya perusahaan, tidak perlu muluk-muluk.

Bagaimana kinerja bisnis GGRM dan HMSP dalam 5 tahun terakhir?
-
Data di atas menunjukan bahwa secara net profit, kedua raksasa rokok ini mengalami tekanan kinerja yang signifikan dalam 5 tahun terakhir. Apa penyebabnya? Salah satunya adalah tekanan kenaikan cukai rokok yang tidak diimbangi dengan kenaikan harga jual. Hal ini bisa dilihat dari GPM perusahaan yang konsisten terus mengalami penurunan. Namun dari pembahasan kerangka berpikir di atas, kita tahu bahwa agar GGRM dan HMSP bisa turnaround tidaklah susah, cukup dengan menaikan harga sedikit lebih tinggi dari kenaikan beban, terutama beban cukai.

Pertanyaan berikutnya adalah kenapa dalam 5 tahun ini perusahaan terkesan enggan menaikan harga seiring dengan kenaikan cukai? Berikut adalah kemungkinannya:
  1. Daya beli masyarakat yang masih terpukul akibat pandemi sehingga perusahaan tidak ingin market share turun drastis bila harga naik terlalu tinggi.
  2. Rokok ilegal dengan harga murah semakin menjamur sehingga customer akan berpindah dari produk perusahaan bila gap harga terlalu jauh. Di tengah kenaikan cukai yang tinggi dalam 5 tahun terakhir prevalensi merokok di Indonesia hanya turun dari 29.% di 2019 menjadi 28.6% di 2023 (data bps). Artinya jumlah perokok tidak berkurang drastis, namun mereka pindah ke rokok yang lebih murah termasuk rokok ilegal.

Akhirnya, pertanyaan yang terpenting adalah kapan kinerja perusahaan rokok bisa turnaround? Menurut kami ada 2 hal yang bisa penjadi turning point, yaitu:
  1. Ketika pemerintah memberikan relaksasi cukai dengan kenaikan tarif yang lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2023 adalah pertama kalinya penerimaan negara dari cukai rokok mengalami penurunan akibat penurunan volume dan downtrading. Hingga bulan Mei 2024, penerimaan cukai hasil tembakau juga mengalami penurunan lebih dari 13% dibandingkan 2023. Hal ini menunjukan bahwa kenaikan cukai yang terlalu tinggi secara terus-menerus tidak membuahkan hasil yang baik karena penerimaan negara akan berkurang namun jumlah perokok tidak turun.
  2. Ketika pemerintah mulai tegas untuk memberantas persebaran rokok ilegal. Beberapa sumber mengatakan bahwa saat ini persebaran rokok ilegal sudah ada di kisaran 15% dari rokok yang beredar. Tentu bila angka ini sudah tinggi maka akan ada saatnya bahwa pemerintah akan mengambil tindakan tegas supaya tidak terus berlanjut.

Dari berbagai fakta di atas, kami menilai bahwa the bottom is near untuk industri rokok. Dengan demikian, apakah ini sudah saatnya kita memilih saham rokok mana yang mau kita beli?

Blog Post Lainnya
Hubungi kami
08113310081
support@glimpse.group
Berita Newsletter
`Berlangganan
@2025 glimpse-inc Inc.